Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa memilki komponen masyarakat yang beragam, baik dari suku, karakteristik, budaya, hingga agama. Keberagaman ini memberikan corak tersendiri, namun juga berpotensi melahirkan benturan atau konflik. Menurut Karl Marx, konflik terjadi akibat adanya perbedaan kelas, serta ketidakseimbangan dalam masyarakat. Indonesia dengan kemajemukannya memiliki potensi konflik yang besar, terlebih jika konflik yang timbul dalam masyarakat melibatkan dua kelompok yang berbeda. Menurut The Fund for Peace (FFP) pada tahun 2017, Indonesia merupakan negara rentan konflik dengan indeks angka 74,9. Sejarah konflik horizontal di Indonesia pun tak sekali muncul untuk menguji kemajemukan, dimulai dari konflik antar suku Dayak dan Madura di Sampit pada tahun 1996, kerusuhan di Sambas, konflik antar agama di Ambon, kerusuhan di Sampang, dan yang paling menyita perhatian adalah konflik antara sebagian masyarakat muslim dengan mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 2016 silam. Kasus ini mencuat setelah Buni Yani mengunggah video berisi pernyataan Ahok yang dianggap menodai ayat suci agama Islam di Youtube. Akibatnya berbagai gerakan massa turun ke jalan mendesak pemerintah menuntaskan kasus penodaan agama tersebut.
Sesuai dengan perkembangan teknologi, bentuk-bentuk konflik juga mengalami pergeseran. Kebebasan bertukar informasi di media sosial disalahgunakan oleh beberapa pihak untuk menyebarkan ujaran kebencian, provokasi, dan hoaks. Pada tahun 2017 tercatat sebelas kasus ujaran kebencian dan hoaks yang menonjol di media sosial. Salah satunya adalah kasus Kelompok Saracen yang memanfaatkan Grup Facebook Saracen News untuk menyebarkan konten ujaran kebencian dan berbau SARA (suku, agama, ras, antar golongan) sesuai pesanan dengan tarif puluhan juta rupiah. Ada sekitar 800.000 akun yang tergabung dalam jaringan Grup Facebook Saracen News tersebut.
Media sosial memiliki dampak yang positif dalam penyebaran informasi secara cepat, namun di sisi lain dapat pula menimbulkan berbagai dampak negatif. Penyebaran ideologi radikal, provokasi, perdagangan narkoba, kejahatan terorganisir, dan sebagainya adalah beberapa dampak negatif dari media sosial. Kejahatan-kejahatan yang dibentuk di media sosial ini merupakan suatu ancaman yang dapat membahayakan ketahanan nasional. Masyarakat yang menjadi sasaran rentan untuk dihasut dan diprovokasi. Akibatnya potensi perpecahan antar kelompok dan golongan tidak dapat dihindari.
SUMBER:
Sulaeman, Munandar. (2010). Dasar- dasar Konflik dan Model Resolusi Konflik pada Masyarakat Desa Pantura Jabar. Sosiohumaniora, 12 (2), 175-190. Retrieved from http://jurnal.unpad.ac.id
Baderi, Firdaus. (2016, August 3). Mengapa Konflik Horizontal Mudah Terjadi di Indonesia?. Harian Ekonomi Neraca. Retrieved from http://www.neraca.co.id
Movanita, Ambaranie Nadia Kemala. (2017, December 24). 11 Kasus Ujaran Kebencian dan Hoaks yang Menonjol Selama 2017. Kompas. Retrieved from https://nasional.kompas.com/
Dampak Media Sosial terhadap Ketahanan Nasional (2015, October 7). Retrieved from http://www.lemhannas.go.id/
Komentar
Posting Komentar